firmana_putra@rocketmail.com

Senin, 11 Februari 2013

Jeritan Penghuni Rimba, Tangiskan Luka

Rumah Pohon Merindu
 "Kami Hanya Ingin Bersahabat,Berikan Hak Kami Untuk Hidup Di Hutan Ini"
       Disana dihutan hijau ada sebuah rumah pohon berkilau cahaya matahari Berdinding ranting kering, beratap daun pisang, berlantai daun kelapa.Kudekati dan kuamati terlihat seekor orangutan sedang duduk menatap sedih Wajahnya dibalut darah mulai mengering, matanya berlinang berbaur duka Kudekati dia, kucoba tersenyum padanya, dan kulambaikan tanganku untuknya Bagaikan didunia hutan ajaib, dia mulai bicara padaku dan aku pun mengerti Jiwaku bergetar, terdengar suaranya yang melirih memilu perih, Dan akupun lemas berlutut, mendengarkan bisikan berucap pilu.
Hey manusia!
Ceritakan duka lara dari rumah pohon ini kepada manusia-manusia Aku seorang induk orangutan yang sedang berduka nestapa tidak terobati. 
    Kemarin ada sekelompok manusia telah menembak mati pasanganku kejantungnya Mereka menyeret bangkai pasanganku, ditaruhnya keatas truck, lalu dibawanya pergi Yang tersisa hanya ceceran darah merah menggenangi daun kering dan patahan ranting. Kusentuh darah segar itu, lalu kuusapkan darah segarnya diwajahku ini, Tak akan kubasuh sampai mengering, kutunggu jiwanya datang tuk membasuh wajahku.
Dan akan kusapa dia dengan nada-nada syair cinta dari sanubariku nan tulus Selamat jalan pasanganku, menarilah dicahaya rembulan disetiap purnama tiba Niscaya wajahmu kan tergambar terang disela-sela indahnya kilauan rembulan malam. Dan biarkan aku memandangimu dari bumi hutan hijau rumah kita. 
Hey manusia!
Kemarin ada sekelompok manusia telah merampas anakku dari pangkuanku. Dia anak lelakiku satu-satunya, dia tampan berbulu coklat panjang berkilauan memikat. Dia senang bergelantung bermain ceria dipundakku diselingi suaranya yang lucu. Tangan jemari mungilnya mulai pintar memetik buah yang segar dari pepohonan.
Aku rutin bercerita buaian malam untuk menghantarnya tertidur dipangkuanku. Dikala dia bermimpi, kusentuh bibirnya yang selalu tersenyum walaupun dalam tidurnya, Lihatlah keatas pohon, disana ada rumah pohon sulamanku buat anak lelakiku. Bersusah payah aku menyulam ranting-ranting kering demi sulaman cantik pelindung. Air mataku akan menghujani rumah pohon ini, sampai luka hatiku tersulam indah lagi. Akan selalu kujaga rumah pohon ini, sampai pada hari anakku pulang kembali.
Hey manusia!
Kami hanya ingin bersahabat, berikan hak-hak kami untuk tinggal nyaman dihutan ini 
Hey manusia!
Dengarkan rintihan seorang induk orangutan ini, kembalikan anakku kerumah pohon ini.
Hey manusia!
Jikalau ada sebuah rumah yang merindu, disini rumah pohon inilah yang merindu 
       Aku induk orangutan yang ketakutan, suaraku memilu perih. Dengar bisikan puisiku pilu membiru, dan resah merana. Lihat rumah pohon diatas sana berkilau cahaya mentari pagi Berdinding ranting kering, beratap daun pisang, berlantai daun kelapa Kuanyam rumah pohon pelindung anakku, dan tempat kami berkumpul, Ketika sekelompok manusia kejam merampas anakku dari pangkuanku Jiwaku bergetar, dan akupun lemas berlutut pasrah Terkenang dia senang bergelantung bermain ceria dipundakku Dia berbulu coklat halus, dan sorot matanya tajam berbinar-binar Jemari mungilnya mulai pintar memetik buah segar dari pepohonan Cerita buaian malamku selalu menghantarnya tertidur dalam pelukku. Air mataku tak terbendung, sampai luka hati ini tersulam rapat lagi.
Hei Manusia!
Kembalikan anakku kerumah pohon ini Jikalaulah ada rumah yang merindu biru. Disini rumah pohon inilah yang merindu


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Design By:
SkinCorner