firmana_putra@rocketmail.com

Jumat, 08 Februari 2013

Hutan Rakyat Di Ambil,Untuk Siapa?

Di Balik Perjanjian

Pemerintah “Khianati”Rakyat Buluhcina

Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai dan dipergunakan sepenuhnya untuk kemakmuran Penguasa Negara dan gerombolannya Gempa Bumi, Air Banjir, Luapan lahar, tanah lonsor dan Hujan Batu sepenuhnya milik rakyat dan silahkan dikuasai atau dipergunakan sepenuhnya oleh rakyat untuk melatih kesabaran (Bung sam, Elviriadi 2002)

Sesudah konsep kearifan masyarakat kandas oleh kebijakan negara yang “merasa” memiliki hutan tanah adat, kegelisahan rakyat memuncak dan terbitlah perlawanan. Kebijakan pembangunan yang tidak berbasiskan budaya, kepercayaan dan sistem sosial yang mengakar sejak dahulu kala sebagai warisan leluhur masyarakat berbuah konflik, kegelisahan hati dan kehancuran lingkungan.
       Pemerintah Indonesia dan Riau sesungguhnya punya landasan psikologis tertentu mengapa tidak mengapresiasi nilai-nilai luhur masyarakat. Faktor paling mendasar diantaranya adalah iklim politik nasional yang cendrung menganggap isu lingkungan tidak krusial dan mendesak. Faktor komitmen pada rakyat yang amat lemah karena motifasi jadi pejabat adalah untuk kaya, bukan idiologis. Terjadilah drama penindasan rakyat lewat kebijakan yang terkesan pro rakyat menjadi modus yang selalu di dengungkan, cerita lama yang tetap terjadi sampai dewasa ini. 

Sebuah kajian dari Bank Dunia menemukan bahwa sistem nilai tradisional merupakan aset utama dari pada modal sosial masyarakat miskin atau masyarakat luar bandar dalam upaya mengawal kehidupan mereka sendiri. Untuk alasan ini, potensi kontribusi lokal harus dikelola secara berkelanjutan karena menghemat biaya hidup mereka maupun pengeluaran pemerintah. Strategi masyarakat begitu rupa, patut dipromosikan dalam proses pembangunan dimasa depan. Pengetahuan tradisional adalah bahagian integral dari budaya dan sejarah local community. Kita harus belajar dari masyarakat setempat untuk memperkaya proses pembangunan “ .(Bank Dunia 2001)
Di salah satu daerah di kabupaten kampar (Riau), terdapat “Hutan Ulayat Rimbo Tujuh Danau” yang terletak di Desa Buluhcina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Komunitas adat Desa Buluhcina sangat berpegang teguh menjaga kelestarian hutan adat Rimbo Tujuh Danau seluas 1000 ha. Hutan Ulayat Rimbo Tujuh Danau seluas 1000 ha pada awalnya merupakan milik masyarakat adat, namun Ninik Mamak masyarakat Buluhcina menyerahkan hutan Ulayat yang 1000 hektar tersebut ke Pemerintah Provinsi Riau dengan alasan masyarakat menyetujui dengan sukarela menyerahkan kepada Pemerintah Provinsi untuk dijadikan sebagai kawasan taman wisata alam, dimana masyarakat Buluhcina pun tidak diperbolehkan untuk menebang kayu yang ada di hutan tersebut.
Bahkan Pemerintah Provinsi Riau pada tahun 2006 telah mengeluarkan surat Keputusan Gubernur Riau Nomor: Kpts 468/IX/2006 tanggal 6 September 2006, tentang penunjukkan kelompok hutan Buluhcina di Kabupaten Kampar seluas 1000 hektar sebagai kawasan Taman Wisata Alam.
Lalau apa konpensasi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat Buluhcina, sesuai dengan Perda Kabupaten kampar Tentang Hak Tanah Ulayat pasal 2 ayat 2 yang berbunyi “ Fungsi hak ulayat adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota persekutun dan masyarakat yang bersifat sosial dan ekonomis”.  Masyarakat telah membuat kesepakatan dengan Pemerintah Provinsi, masyarakat mau menyerahkan 1000 hektar untuk dijadikan kawasan hutan wisata asalkan tanah ulayat yang diluar 1000 ha di manfaatkankan untuk kesejahteran masyarakat.
Hak Tanah Ulayat Pasal 3 ayat1 sesuai dengan maksud pasal 2,  “Agar tanah ulayat menjadi produktif dapat diberikan hak pola kemitraan pada pihak ketiga”. Nah, masyarakat dan Ninik mamak sudah menjalankan Perda yang bersangkutan dan bahkan ditambahkan dengan ayat 3 yaitu “ kesepakatan kedua belah pihak dibuat di hadapan pejabat yang berwenang untuk melakukan perjanjian-perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Pemerintah harus tahu, Hak Tanah Ulayat merupakan salah satu harta milik bersama suatu masyarakat adat, yang mencakup suatu kesatuan wilayah berupa lahan pertanahan, tumbuhan yang hidup liar dan binatang yang hidup liar diatasnya. Buluhcina memiliki masyarakat yang taat kepada pemimpin, taat kepada aturan namun kenapa pemimpin itu sendiri yang tidak memperlihatkan bahwa dia taat kepada amanah masyarakat, dan taat untuk mensejahterakan masyarakat, malahan pemerintah mengajarkan kepada masyarakat untuk menghinakan dirinya. Menghianati perjanjian sama saja meninggalkan luka yang dalam bagi  masyarakat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Design By:
SkinCorner