Asal mula berubahnya “Politik” menjadi “Perang”
Pesta
demokrasi Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Buluhcina sebentar lagi akan di
mulai, sebuah kegiatan politik praktis dalam rangka merebut tampuk kepemimpinan
politik di desa mulai di dengungkan, aroma politik di sudut-sudut kampung
tercium sudah.
Dalam
pilkades berbagai kegiatan politik dilakukan dan diarahkan untuk mendapatkan
keuntungan politik masing-masing calon kepala desa. Sebetulnya banyak cara
(how) yang bisa digunakan oleh calon kepala desa untuk meraih kekuasaan, dan
tidak mengarah kepada kepentingan perorangan atau kelompok.
Dalam
bukunya strategi politik (2003) Peter Schoder mengatakan bahwa “kita tidak
mungkin disukai oleh semua orang”, kampanye politik bukanlah situasi perang,
tetapi kata Schoder, Setiap ide politik yang di kemukakan oleh seseorang atau
sebuah kelompok akan memecah masyarakat ketika ide itu di umumkan,
Hasil
penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2005 menunjukkan bahwa
tiga faktor yang menyebabkan komplik antar elit politik, yang kadang bisa
berubah menjadi konflik fisik antar masa pendukung. Faktor itu meliput,
Pertama, pluralisme indentitas dan beragamanya kepentingan politk serta sumber
daya politik yang terbatas. Kedua, pergeseran petronase politik ditingkat lokal
menyebabkan persaingan elit politik antar elit lokal dalam mengisi
jabatan-jabatan kekuasaan, dan ketiga, transisi politik dan intervensi elit
nasional yang bisa pertrungan elit menjadi pertarungan terbuka.
Politik
memang bukan perang, tetapi efek dari
situasi yang diciptakan bisa berubah menjadi perang ketika dijadikan sebagai
arena untuk membantai lawan politk tampa etika dan sopan santun politik.
Kampanye
politik merupakan sebuah upaya untuk mempengarhi pemilih supaya menentukan
pilihan sesuai dengan tujuan sang kandidat. Oleh sebab itu, sering kali
kampanye politik diisi dengan penyerangan terhadap pribadi-pribadi kandidat dan
pendukungnya dengan membuka keburukan-keburukan dari segala dimensi.
Dalam
beberapa kasus yang terjadi dalam dasawarsa belakangan ini, arena politik yang
diinginkan masyarakat sudah berubah menjadi arena dalam mempertahankan ego
individualis dan cendrung mengabaikan kepentingan khalayak. Bagaimana tidak
sebab dari pada terhambatnya suasana damai politk dan suksesnya pesta demokrasi di karenakan adanya
kepentingan terselubung, tentu tidak diinginkan terjadi pada plkades Buluhcina mendatang.
Politik
memang panas dan terkadang kejam, namun itu perlu pembenahan secara mendasar. Buluhcina
perlu adanya perubahan, perlu pemimpin yang tegas yang mampu mempertahankan
kepentingan rakyat, memberi yang terbaik bagi masyarakat dan kampung halaman. Siapaun
yang terpilih menjadi kepala desa Buluhcina mendatang itulah pemimpin baru
kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar