firmana_putra@rocketmail.com

Minggu, 07 Juli 2013

Pacu Sampan Buluhcina "Piala Eva Yuliana Jefri Noer" 2013

Camat Siak Hulu (Syamsuir,S.Sos) sedang memberikan tropi Eva Yuliana Jefri Noer kepada ketua panitia pacu sampan Buluhcina"Amirmahmud", jum'at 5/7 sore

     Pacu sampan anak negeri Buluhcina di laksanakan pada tanggal 5-7 juli 2013 di Desa Buluhcina. Pacu sampan pada tahun ini tampil berbeda di karenakan desa memberikan amanah kepada pemuda sebagai penyelenggara acara tersebut. Piala Ibu Eva Yuliana Jefri Noer menjadi penentu sejauh mana kemampuan pemuda dalam mensukseskan acara yang menjadi even tahunan desa Buluhcina yang sudah lama menghilang. 

    Event pacu sampan di desa wisata Buluhcina ini selalu di nanti-nanti setiap tahunnya. Di sela pidatonya, bupati kampar yang sekaligus suami dari ibu Eva Yuliana Jefri, bapak Jepri Noer mengatakan, budaya seperti ini perlu di kembangkan dan di tingkatkan, “ kegiatan pacu sampan di desa buluhcina ini memanglah sangat di nantikan, dan perlu kembangkan dan di tingkatkan” imbuhnya. Dia juga menyebutkan bahwa tahun depan akan diadakan pacu sampan “Bupati Cup”
 


Kamis, 18 April 2013

BUMI QU BUTUH APA?

(Fidayan, Palembang,april 1994, “cerita dari hutan bakau”)
Boleh jadi pecahan bintang mencium bumi,,Sehingga seluruh jura punah..
Toh kalau pun Dino ada..Tidak cukuplah belantara rimba tempat makannya..
Dan jika Tirex ada, tak lagi kan kita lihat se kawanan gajah..
Segerombolan srigala..
Sekelompok Bison..
Ataupun sekandang kambing…..
Alam memang telah tentukan…Tuhan memang telah gariskan begitu…
BUKANKAH
Angrek hitam dimakan kancil..
Kancil dimakan cobra…
Cobra di makan rajawali…..
Rajawali di makan dekomposer…
Pengurai menyuburkan tanah….
Tanah menghidupkan beringin putih…
Dan damailah dunia dengan sikliknya….
HARUSKAH
Reflesia habis karena indahnya…
Harimau mati karena belangnya…
Badak mati karena culanya..
Gajah mati karena gadingnya..
Tak dapatkah kita biarkan…
Mereka mati karena ayahnya….
Kalaulah Galapagos hangus..
Hingga kita tak dapat lihat kura-kura lagi…
Kalaulah cinta meluluh tantahkan hutan bamboo..
Sehingga kita tak dapat lihat panda lagi..
Kalaulah semenanjung harapan tenggelam ke dalam lautan….
Sehingga kita taak dapat lihat gajah lagi…
Namun jangan biarkan Sumatra tampa harimau…
Ujung kulon tampa badak,…
Pulau komodo tampa biawak besar….
Sulawesi tanpa anoa….
Irian tanpa Cendrawasi…
Dan bumi harus tetap kaya dengan flora..
Dengan fauna…
Dengan Manusia….
Namun bumi punya derita…
Sejuta gunung sulfur, namun bumi tetap berkurap…
Semilyar hektar pohon kina, namun bumi tetap malaria….
Se benua es tak mendinginkan dunia….
Karena di bumi banyak yang menganga..
Mulut yang menganga..
Kepala yang menganga….
Padahal bumi engggan semua yang mengangaa…..
Kalau bulan butuh malam…
Kalau matahari butuh siang….
Bumi butuh flora…
Bumi butuh fauna….
Bumi butuh manusia….bijaksana..
Biarkan angin datang dikala gerah…
Biarkan air datang dikala kering…
Biarkan api datang dikala dingin..
Biarkan bumi seindahnya…..

Jika Hutan Habis di Tebang


Jika Hutan-hutan habis di tebang…
Di mana kita berteduh….
Jika hutan habis di tebang….
Dimana daun-daun, ranting, pohon tumbuh…
Jika hutan-hutan habis di tebang…
Dimana burung, harimau, gajah bersarang….
Jika hutan-hutan habis di tebang…
Di mana mata air berkubang….

Senin, 08 April 2013

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK ULAYAT ATAS PENETAPAN KAWASAN HUTAN LINDUNG

@. Hak Ulayat Perlu Di pertanyakan Perlindungan Nya?
           Pengertian perlindungan hukum bagi rakyat menurut Philipus M. Hadjon yang dalam rumusan berbahasa Belanda berbunyi “rechtsbescherming van de burgers tegen tegen de overheid” dan dalam rumusan bahasa Inggris berbunyi “legal protection of the individual in relation to acts of administrative authorities”. Hal ini berarti perlindungan hukum bagi rakyat ada kaitannya dengan suatu tindakan pemerintah yang bisa melakukan perbuatan sewenang-wenang atau melampaui wewenang yang ada padanya. Perlindungan hukum bagi rakyat pemegang hak ulayat tidak terlepas dari konsepsi pasal 18 ayat (2) UUD NRI 1945 yang secara tegas negara mengakui dan memberikan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisonalnya.

Jumat, 05 April 2013

HUTAN LINDUNG BAGIAN DARI RENCANA TATA RUANG NASIONAL

LATAR BELAKANG
          “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pasal ini mengamanatkan kepada pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk dapat mengelola bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dengan sebaik-baiknya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
          Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Alinea IV telah jelas disebutkan bahwa salah satu tujuan dibentuknya negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Artinya, seluruh tindakan negara dalam hal ini oleh pemerintah harus difokuskan pada sebesar-besar kemakmuran rakyat, utamanya yang berkenaan dengan SDA. Hal itu sebagaimana tertuang dalam pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 : Tujuan negara yang lain sesuai dengan pembukaan UUD NRI 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dari sini jelas bahwa bangsa Indonesia menghormati seluruh tumpah darahnya yakni segala entitas individu dan kelompok yang ada dan membentuk bangsa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa tujuan terakhir setiap negara ialah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya (bonum publicu, common good, common weal). Roger H. Soltau mengatakan tujuan negara ialah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin. Sedangkan menurut Harold J. Laski, tujuan negara adalah menciptakan keadaan dimana rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal, tujuan negara untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyatnya tersebut tidak terlepas juga dengan tujuan negara yang lain yakni dengan cara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

PENCABUTAN HAK ULAYAT TERHADAP KAWASAN HUTAN LINDUNG

Pengakuan eksistensi hak ulayat oleh UUPA merupakan hal yang wajar, karena hak ulayat beserta masyarakat hukum adat telah ada sebelum terbentuknya negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.Kongres Pemuda tahun 1928 telah menetapkan Sumpah Pemuda yang menyangkut hukum adat, mengeluarkan dasar persatuan Indonesia diperkuat dengan memerhatikan dasar persatuan, kemauan, sejarah, bahasa, hukum adat dan pendidikan, dan kepanduan. Dengan demikian, kita telah mengambil suatu sikap politik tertentu atas hukum adat, termasuk segi idealnya bahwa hukum adatlah kelak menjadi dasar hukum Indonesia.
Secara formal, eksistensi dan pengakuan adanya masyarakat hukum adat dan hak-haknya telah tertuang di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 B ayat (2) yang menyebutkan Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang dan dalam pasal 28 I ayat (3) yang menyebutkan Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Jumat, 15 Maret 2013

Firmana Putra Buluhcina

"Butir  Kehidupan"
Ketika hidup memberimu kesempatan untuk menyelami kesunyianmu
maka dengarkanlah irama hidup yang berdetak tiada bersela...
bunyi dan suara yang nyaris tak pernah hinggap di kepalamu...
maka saksikanlah cakrawala dalam keanggunannya yang tak bercela...
warna dan harmonisasi yang nyaris tak pernah singgah di pelupuk matamu...
maka hiruplah nafas kehidupan yang mengitarimu...
aroma dan kesegaran yang nyaris lewat begitu saja di hidungmu...
dan temuilah dirimu...
dan ijinkanlah dirimu menyentuh tangan Sang Khalik...
dalam kesunyianmu...
berbincanglah...
 

Design By:
SkinCorner