“Republik Galau”, “Republik Maling”
Bambang Soesatyo, politisi Golkar yang mantan wartawan ini adalah sosok yang berani
bicara keras. Dalam bukunya “Republik Galau” dia membedah segala hal yang tidak
beres. Dalam hal ketidak beresan dan kehancuran Indonesia di bawah rezim SBY
tentu semua orang sudah tahu, bahkan tukang becak sekalipun.
Namun Bambang Soesatyo ( selanjutnya saya singkat BSy )
juga membeber borok-borok yang tidak banyak orang tahu atau disembunyikan media
massa Indonesia yang memang kebanyakan milik konglomerat kapitalis non pri.
BSy mencatat, semenjak Soeharto lengser, banyak Negara
tetangga yang dulunya hormat dan takut kepada Indonesia, kini berbalik
mentang-mentang.
Ulah Malaysia semua orang sudah tahu, namun menurut
BSy, sebetulnya ulah Malaysia masih tergolong ringan, namun dibesar-besarkan
media massa Indonesia dengan nuansa adu-domba.
Yang sangat kurang ajar sebetulnya Singapura, namun hal
tersebut disembunyikan oleh media massa. Menurut BSy, Singapura sangat berani
melecehkan rezim SBY, bertolak belakang dengan zaman Soeharto, dimana Singapura
sangat hormat atau malah takut.
Singapura terkesan tidak tahu diri, padahal
apartemen-apartemen mewah di Singapura 30% pembelinya adalah orang Indonesia,
dan harganya berkisar sekitar 9,5 juta dolar Singapura per unit kamar.
Menurut BSy, banyak orang kaya Indonesia yang memarkir
pesawat pribadinya di bandara Singapura, juga banyak kapal Indonesia yang
terpaksa parkir di pelabuhan Singapura, untuk memindah muatan ekspornya, karena
fasilitas pelabuhan Indonesia tidak memiliki International Sub Port.
BSy juga mencatat, bahwa turis Indonesia ke Singapura
adalah yang terbesar, bahkan penjudi Indonesia adalah tiga terbesar selain
penjudi Singapura dan Malaysia, yang kebanyakan adalah etnis Cina. Ironisnya,
kompleks judi supermewah itu dibangun di atas pulau buatan yang tanahnya
membeli sangat murah dengan cara kongkalikong dari pulau-pulau kecil Riau,
Indonesia. Toh sampai saat ini, KPK belum mengusik skandal jual beli tanah
Negara tersebut.
Singapura juga berbuat aniaya tidak hanya kepada para
TKI Indonesia—namun jarang diberitakan—namun juga menghancurkan kebudayaan
Melayu dan agama Islam dari penduduk Singapura sendiri, padahal etnis Melayu
adalah pribumi sah Singapura.
Kini bahkan Singapura mengubah pelajaran sejarah di
sekolah-sekolahnya, dengan menghapus era Majapahit dan Kesultanan Melayu
Singapura lama, dan diganti era penjajahan Raffles sebagai tonggak awal sejarah
Singapura !!!!
Khusus terhadap Indonesia, Singapura berlaku melecehkan,
karena sampai saat ini tidak mau menandatangani perjanjian ekstradisi para
koruptor Indonesia yang lari ke Negara tersebut, bahkan Singapura justru
menyediakan diri sebagai surga pelarian para koruptor Indonesia
CINA INDONESIA
Setelah membeber ulah rezim Singapura yang didominasi etnis
Cina, BSy juga membeber situasi dan kondisi Cina Indonesia.
Stereotip lama adalah Cina Indonesia tidak mudah membaur
karena mereka lebih taksub terhadap budaya leluhur, dan mempunyai sejarah
panjang pelecehan status pribumi yang direndahkan mereka, karena sejak zaman
penjajahan, status kaum Cina memang ditinggikan oleh penjajah Belanda.
Namun menurut BSy tidak sekedar itu, masalah rawan sikon
kaum Cina Indonesia terhadap konflik dengan pribumi Nusantara, adalah karena
dominasi ekonomi yang sangat kuat pada kaum Cina dimanfaatkan untuk “menjajah
dan menguasai” secara tidak jujur, dengan cara berkongkalikong dengan penguasa
korup dari rezim manapun.
BSy menyitir analisis Amy Chua, professor dari Universitas
Yale, Amerika serikat, bahwa market-dominant minorities atau kelompok minoritas
yang amat kaya-raya, termasuk kaum Cina di Indonesia, seringkali memperoleh
kekayaan itu berkat ekonomi pasar yang tidak jujur.
Dan menurut BSy, ujung-ujungnya adalah disebabkan oleh
korupsi. Dan korupsi yang paling berbahaya adalah jika dilakukan secara
berjama’ah oleh sebuah rezim. Dari situ muncullah sebutan buruk Negeri Koruptor
atau Republik Maling.
Namun karena yang
maling hanya para pemimpin dan para birokrat , sedang rakyat justru yang
menderita karena menjadi korban kemalingan, maka lebih tepat persis judul buku
ini, yaitu “Republik Galau” alias “Nusantara Gundah Gulana”.
Buku : REPUBLIK GALAU
Penulis
: Bambang Soesatyo
Penerbit
: UFUK Press, Jakarta , 2012
Tebal : 358
halaman.
Penulis resensi: Viddy Ad Daery *) budayawan pengembara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar